Sabtu, 14 Januari 2012

Budaya Cheating: Penyakit Dalam Dunia Pendidikan

Cheating merupakan bahaya laten dalam dunia pendidikan. Meskipun demikian tidak banyak orang yang peduli terhadap masalah ini, bahkan menyepelekannya. Padahal cheating dapat menjadi tumor ganas yang akan menghabiskan moralitas generasi muda Indonesia. Cheating merupakan soft problem yang mengakar pada civitas akademika yang luput dari perhatian praktisi pendidikan kita. Budaya cheating akan melahirkan generasi-generasi muda yang tidak tahan uji, generasi-generasi prematur yang menginginkan segalanya dengan instan tanpa harus merasakan arti sebuah perjuangan. Penyakit cheating harus segera diobati agar dampaknya tidak bertambah besar lagi. Teknologi Pendidikan adalah suatu disiplin ilmu yang bertugas mengkaji masalah-masalah pendidikan, menganalisis, dan memecahkannya. Teknologi Pendidikan sangat berperan penting dalam menemukan solusi cerdas guna menyelamatkan pendidikan dari budaya cheating. Apa itu Cheating ? Abdullah Alhadza dalam Bower (1964) mendefinisikan cheating sebagai “manifestation of using illigitimate means to achieve a legitimate end (achieve academic success or avoid academic failure),” maksudnya cheating adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari kegagalan akademis. Selanjutnya Abdullah Alhadza dalam Deighton (1971) menyatakan “Cheating is attempt an individuas makes to attain success by unfair methods”. Maksudnya, cheating adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara yang tidak fair (tidak jujur). Dalam konteks pendidikan atau sekolah, beberapa perbuatan yang termasuk dalam kategori cheating antara lain adalah meniru pekerjaan teman, bertanya langsung pada teman ketika sedang mengerjakan tes/ujian, membawa catatan pada kertas, pada anggota badan atau pada pakaian masuk ke ruang ujian, menerima dropping jawaban dari pihak luar, mencari bocoran soal, arisan (saling tukar) mengerjakan tugas dengan teman, menyuruh atau meminta bantuan orang lain dalam menyelesaikan tugas ujian di kelas atau tugas penulisan paper dan take home test. Dalam perkembangan mutakhir cheating dapat ditemukan dalam bentuk perjokian seperti kasus yang sering terjadi dalam UAN, memberi lilin atau pelumas kepada lembaran jawaban komputer atau menebarkan atom magnit dengan maksud agar mesin scanner komputer dapat terkecoh ketika membaca lembar jawaban sehingga gagal mendeteksi jawaban yang salah atau menganggap semua jawaban benar, dan banyak lagi cara-cara yang sifatnya spekulatif maupun rasional. Dalam tingkatan yang lebih intelek, sering kita dengar plagiat karya ilmiah seperti dalam wujud membajak hasil penelitian orang lain, menyalin skripsi, tes, ataupun desertasi orang lain dan mengajukannya dalam ujian sebagai karyanya sendiri. Ternyata praktik cheating banyak macamnya, dimulai dari bentuk yang sederhana sampai kepada bentuk yang canggih. Dari sesuatu yang sangat prohibited sampai pada bentuk yang cenderung premissible. Teknik cheating tampaknya mengikuti pula perkembangan teknologi, artinya semakin canggih teknologi yang dilibatkan dalam pendidikan semakin canggih pula bentuk cheating yang bakal menyertainya. Bervariasi dan beragamnya bentuk perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai cheating maka sekilas dapat diduga bahwa hampir semua pelajar pernah melakukan cheating meskipun mungkin wujudnya sangat sederhana dan sudah dalam kategori permisseble atau dapat ditolerir. Meskipun demikian dapat dikatakan bahwa apapun bentuknya, dengan cara sederhana ataupun dengan cara yang canggih, dari sesuatu yang sangat tercela sampai kepada yang mungkin dapat ditolerir, cheating tetap dianggap oleh masyarakat umum sebagai perbuatan ketidakjujuran, perbuatan curang yang bertentangan dengan moral dan etika serta tercela untuk dilakukan oleh seseorang yang terpelajar. Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan cheating dalam tulisan ini adalah segala perbuatan atau trik-trik yang tidak jujur, perilaku tidak terpuji atau perbuatan curang yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik terutama yang terkait dengan evaluasi/ujian hasil belajar. Dampak Negatif Cheating Telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya bahwa cheating merupakan budaya amoral yang dianggap wajar oleh pelaku-pelaku pendidikan. Sebagian besar dari kita bahkan pernah melakukannya. Dampak negatif cheating sesungguhnya sangat suit dilihat secara sepintas dalam waktu yang singkat. Cheating secara perlahan tapi pasti akan menggerogoti kemandirian peserta didik. Pembiasaan memperolehs sesuatu dengan mudah dan cepat tanpa harus bersusah payah akan menjadi kebiasaan yang ertanam dalam diri peserta didik. Lambat laun ini akan menjadi budaya yang berakar dalam kehidupannya dan sangat susah untuk dilepaskan. Dampak negatif cheating selain pada diri pribadi cheater (pencontek) juga dapat mengganggu stabilitas dunia pendidikan. Hasil-hasil evalusi menjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya untuk selanjutnya keputusan yang akan diambil pastilah tidak akan tepat. Dalam tinjauan kurikulum, tentulah budaya cheating ini akan mengaburkan SKL. Dunia pendidikan akan menjadi semu dan hanya formalitas belaka, begitu besarnya dampak negatif cheating ini. Upaya Penanggulangan Cheating Abdullah Alhadza (2001) menjelaskan bahwa ada empat faktor yang menjadi penyebab cheating yaitu: (1) Faktor individual atau pribadi dari cheater, 2) faktor lingkungan atau pengaruh kelompok, (3) faktor sistem evaluasi dan (4) faktor guru/dosen atau penilai. Berkenaan dengan asas moral di atas, dapat ditegaskan bahwa yang terpenting dalam pendidikan moral adalah bagaimana menciptakan faktor kondisional yang dapat mengundang dan memfasilitasi seseorang untuk selalu berbuat secara moral dalam ujian (tidak melakukan cheating) maka caranya adalah mengkondisikan keempat faktor di atas ke arah yang mendukung, yaitu sebagai berikut:
  1. Faktor pribadi dari cheater
    • Bangkitkan rasa percaya diri
    • Arahkan self consept mereka ke arah yang lebih proporsional
    • Biasakan mereka berpikir lebih realistis dan tidak ambisius
    • Tumbuhkan kesadaran hati nurani (Das Uber Ich) yang mampu mengontrol naluri beserta desakan logis rasionalitas jangka pendek yang bermuara kepada perilakunya.
    • Faktor Lingkungan dan Kelompok.
    • Ciptakan kesadaran disiplin dan kode etik kelompok yang sarat dengan pertimbangan moral.
  2. Faktor Sistem Evaluasi
    • Buat instrumen evaluasi yang valid dan reliable (yang tepat dan tetap)
    • Terapkan cara pemberian skor yang benar-benar objektif
    • Lakukan pengawasan yang ketat
    • Bentuk soal disesuaikan dengan perkembangan kematangan peserta didik dan dengan mempertimbangkan prinsip paedagogy serta prinsip andragogy.
  3. Faktor Guru/ Dosen
    • Berlaku objektif dan terbuka dalam pemberian nilai.
    • Bersikap rasional dan tidak melakukan cheating dalam memberikan tugas ujian/tes.
    • Tunjukkan keteladanan dalam perilaku moral.
    • Berikan umpan balik atas setiap penugasan.
Alim Sumarno, M.Pd

Jumat, 06 Januari 2012

Kisi-kisi Ujian Nasional 2011-2012

Ujian Akhir Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional sudah diambang pintu, terutama bagi siswa-siswi tingkat SMA/MA/SMK yang biasanya pelaksanaannya lebih awal. Terlepas dari masih adanya pro- kontra tentang pelaksanaan UN, yang jelas pemerintah masih mempertahankan kebiajakan ini. Lembaga hanya bisa merespon dengan berbagai bentuk baik yang bernuansa positif ataupun yang bernuansa negatif.
Begitu juga dengan persiapan di pihak siswa dan orang tua yang sudah mulai melakukan berbagai upaya bagaimana bisanya lulus dalam UN. Untuk itu kami berbagi dalam blog ini kisi-kisi UN untuk tingkat SD/MI sampai SMA/MA/SMK semoga bermanfaat.

Kisi-kisi UN 2011-2012

Permen-No-59-tahun-2011-ttg-UN.