Kamis, 24 Desember 2009

1 Muharrom vs 1 Januari


1 MUHARROM vs 1 JANUARI

Tahun baru 1 Muharrom telah berlalu, kini masyarakat Indonesia bahkan dunia akan kembali menyambut tahun baru. 1 Januari 2010 tinggal beberapa hari lagi akan segera tiba. Berbagai persiapan perayaan tahun baru tentu sudah dipersiapkan, mulai dari terompet sampai panggung hiburan semalam suntuk.
Sama-sama tahun baru tetapi ada yang berbeda antara 1 Muharrom dengan 1 Januari. Tahun baru 1 Muharrom didasarkan pada perhitungan tahun Hijriyah sedangkan 1 Januari perhitungannya didasarkan pada tahun Masehi. Perayaan menyambut tahun baru ini pun berbeda. Tahun baru Hijriyah karena identik dengan tahun Islam maka perayaannya dikemas dalam nuansa Islami, seperti do’a bersama, pengajian, dan bakti sosial kalaupun ada pawai sebutannya juga pawai ta’aruf. Hal ini sangat kontradiktif dengan tahun baru Masehi yang penuh dengan hingar bingarnya pesta, berbagai pertunjukkan, pentas musik dan kembang api.
Alhasil tahun baru yang berbeda itu kadang perayaannya dilakukan oleh masyarakat kita yang sebenarnya sama-sama warga negara Indonesia dan beragama Islam. Bangsa Indonesia yang mayoritas masyarakat muslim, tentu tidak asing dengan 1 Muharrom akan tetapi mengapa ada perlakuan yang berbeda dengan 1 Januari. Kegiatan 1 Muharrom tak lebih dari kumpulan sekelompok jamaah di masjid-masjid atau musholla untuk sekedar baca doa awal atau akhir tahun. Itupun yang datang kebanyakan dari kalangan usia lanjut. Pertanyaannya kemudian, kemana sebenarnya generasi muda Islam ini ?
Sebagai pemeluk Islam kita patut prihatin, generasi muslim kita sekarang lebih mengenal tahun baru Masehi dibanding tahun baru Islam. Mereka banyak memadati perayaan-perayaan tahun baru Masehi bahkan ikut begadang semalam suntuk demi peringatan detik-detik pergantian tahun baru. Apa yang sebenarnya mereka cari, sebab tidak jarang mereka harus mengeluarkan biaya yang lebih mahal dibanding peringatan 1 Muharrom. Kalau dipikir dengan jernih sebenarnya ada yang janggal dari kejadian ini.
Pertama, mungkin kebanyakan mereka lupa atau tidak tahu aka adanya tahun baru Islam. Atau sedemikian parahkah pemahaman generasi Islam terhadap ajaran Islam sehingga hal yang demikian terlewatkan.
Kedua, Kemungkinan peringatan tahun baru Islam yang barangkali kurang mengena di hati masyarakat kita sekarang. Hal demikian menjadikan mereka berpaling ke perayaan yang lebih meriah dan menarik.
Ketiga, karena mungkin sudah zamannya masyarakat lebih memilih hal-hal yang bersifat glamour dan kesenangan sesaat ketimbang mengikuti ritual-ritual keagamaan yang kadang sulit diterima oleh akal masyarakat modern.
Dari ketiga asumsi di atas, untuk poin satu dan dua barangkali masih bisa dicarikan solusi yang tepat dan menjadi pekerjaan rumah bagi para tokoh dan pemuka agama Islam di negeri ini. Akan tetapi untuk poin tiga wallahu a’lam